a. Ciri-ciri puisi
Berdasarkan
sejarah perpuisian Indonesia
modern, secara garis besar puisi dapat
dibagi menjadi: Puisi Lama,
Puisi Balai Pustaka, Puisi Pujangga Baru atau Puisi Baru,
Puisi Angkatan 45 atau Puisi
Bebas, dan Puisi Kontemporer. sesuai dengan tujuan,
pembahasan apresiasi puisi ini
dibatasi pada jenis, ciri-ciri, dan
contoh-contoh Puisi
Lama dan Puisi Baru.
1) Puisi Lama
Puisi Lama (sering disebut
juga puisi Melayu Lama) adalah puisi yang
memancarkan kehidupan
masyarakat lama, adat istiadat, dan kebiasaan
masyarakat lama
(Alisjahbana,1954: 4). Kita mengenal beberapa jenis puisinya,
antara lain: pantun, syair,
gurindam, dan talibun.
Pantun adalah jenis puisi lama
yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a) setiap baitnya terdiri atas empat
larik/baris;
(b) memiliki rima akhir (persamaan bunyi)
/a/-/b/-/a/-/b/;
(c) tiap larik biasanya terdiri atas empat kata;
(d) larik pertama dan kedua
merupakan sampiran (semacam
teka-teki), sedangkan larik ketiga dan keempat
merupakan isi. Berikut beberapa contohnya.
Elok rupanya si
kumbang jati,
dibawa itik pulang
petang.
Tidak terkata
besar hati,
melihat ibu sudah
datang.
Hiu beli belanak
pun beli,
udang di Manggung
beli pula.
Adik benci kakak
pun benci,
orang di kampung
benci pula.
Menilik ragam isinya ada tiga macam jenis pantun, yaitu:
pantun anak-anak, pantun
orang muda, dan pantun orangtua. Pantun anak-anak dapat
dirinci menjadi pantun
bersukacita dan pantun berdukacita.Pantun orang muda
dapat dibagi menjadi
pantun dagang/nasib, pantun muda, dan pantun
jenaka.Adapun pantun muda masih
dapat digolongkan ke dalam pantun berkenalan, pantun
berkasih-kasihan, pantun
perceraian, dan pantun beriba hati.Sementara itu, pantun
orangtua dapat dibagi
menjadi pantun nasihat, pantun adat, dan pantun agama.
Beberapa contoh pantun berikut ini dapat Anda tebak
termasuk jenis yang mana.
Dari ke mana
hendak ke mana,
dari Jepang ke
bandar Cina.
Kalau boleh kami
bertanya,
bunga yang kembang
siapa punya.
Pecah ombak di
Tanjung Cina,
menghempas pecah
di tepian.
Biarlah makan
dibagi dua,
asalkan adik
jangan tinggalkan.
Pulau Pandan jauh
di tengah,
di balik Pulau
Angsa Dua.
Hancur badan di
kandung tanah,
budi baik
terkenang jua.
Syair adalah jenis puisi lama yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut: (a) setiap
baitnya terdiri atas empat larik; (b) mempunyai rima yang
sama setiap lariknya, yaitu
/a/-/a/-/a/-/a/;
(c) semua larik merupakan isi, biasanya tidak selesai dalam satu bait
karena digunakan untuk menyampaikan suatu cerita; (d)
isinya berupa cerita yang
mengandung unsur mitos, sejarah, agama/falsafah, atau
rekaan belaka. Contoh
syair misalnya:
Syair Singapura Dimakan Api
(sejarah), Syair Perahu (berisi ajaran
agama), Syair
Bidadari (rekaan), Syair Ken Tambuhan (rekaan), dan lain-lain.
Berikut dikutipan dua bait dari Syair Ken Tambuhan.
Gurindam adalah
jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap bait terdiri
atas dua larik; (b) setiap bait berima akhir /a/-/a/; (c)
larik pertama merupakan sebab
atau syarat, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau
simpulan; (d) kedua
larik merupakan kesatuan yang utuh, dan isinya biasanya
berupa nasihat tentang
keagamaan, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah
laku. Gurindam yang
paling terkenal adalah
Gurindam Dua Belas yang dikarang
oleh Raja Ali Haji yang
terdiri atas dua belas pasal.Berikut dikutipkan gurindam
pasal II dan IV dari
Gurindam Dua Belas.
Barangsiapa
meninggalkan sembahyang
seperti rumah
tiada bertiang.
Barangsiapa
meninggalkan zakat
tiadalah hartanya
beroleh berkat.
Hati itu kerajaan
di dalam tubuh
jikalau lalim,
segala anggota pun rubuh.
Pekerjaan marah
jangan dibela
nanti hilang akal
di kepala.
Talibun adalah
jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap
baitnya terdiri
atas 6, 8, 10 larik lebih, bahkan sampai ada talibun yang
satu baitnya terdiri atas 20
larik; (b) mempunyai
sampiran dan isi; (c) rumus rimanya abc-abc, abcd-abcd,
abcde-abcde, dan seterusnya; (d) terdiri dari dua bagian,
bagian sampiran dan
bagian isinya. Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik
misalnya, tiga larik pertama
merupakan sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya
merupakan isinya.Isinya
bervariasi.Ada yang mengisahkan kebesaran/kehebatan
sesuatu tempat, keajaiban
sesuatu benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan seseorang, dan kelakuan serta
sikap manusia.Berikut dikutipkan berapa contoh talibun.
Contoh talibun 6
larik (abc-abc).
Kalau anak pergi
ke lepau
Yu beli belanak
pun beli
Ikan panjang beli
dahulu
Kalau anak pergi
merantau
Ibu cari sanak pun
cari
Induk semang cari
dahulu
2) Puisi Baru
Puisi-puisi pada periode
Pujangga Baru dikenal sebagai
puisi baru. Ciri-cirinya
antara lain:
a) para penyairnya sudah tidak lagi menulis puisi dalam
bentuk pantun, syair,
atau gurindam;
b) jenis puisinya mengikuti bentuk baru seperti distichon
(2 larik), tersina (3
larik), quartrain (4 larik), quint (5 larik), sextet (6
larik), septima (7 larik), oktaf
(8 larik), dan soneta (14 larik);
c) lariknya simetris, penuh rima dan irama;
d) pilihan katanya diwarnai dengan kata-kata yang
indah-indah;
e) bahasa kiasan yang banyak dimanfaatkan adalah
perbandingan.
Para penyairnya antara lain: Amir Hamzah,
SutanTakdir Alisjahbana, J.E.
Tatengkeng, dan Asmara Hadi
6
Sebagai contoh berikut dikutipkan puisi karya
J.E. Tatengkeng yang berjudul
“Perasaan Seni”
PERASAAN SENI
(J.E. Tatengkeng)
Bagaikan banjir
gulung-gemulung,
Bagaikan topan
seru-menderu,
Demikian Rasa,
Datang semasa.
Mengalir,
menimbun, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma,
menawan tubuh.
Serasa manis
sejuknya embun,
Selagu merdu
dersiknya angin,
Demikian Rasa,
Datang semasa,
Membisik, mengajak
aku berpantun,
Mendayung jiwa ke
tempat diingin.
Jika Kau datang
sekuat raksasa,
Atau Kau menjelma
secantik juwita,
Kusedia hati,
Akan berbakti,
Dalam tubuh Kau
berkuasa,
Dalam dada Kau
bertakhta.
b. Unsur
Instrinsik
Puisi dibangun oleh dua unsur yang saling terkait,
yakni strukturbatin/makna dan
strukturfisik yang berupa bahasa.Struktur fisik terdiri
atas: diksi, citraan, bahasa kiasan,
rima, irama, dan
tipografi; sedangkanstruktur batinterdiri atas: tema,
perasaan, nada,
dan amanat.
Diksi adalah
pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair dengan secermat-cermatnya
untuk menyampaikan perasaan dan isi pikirannya dengan
setepat-tepatnya agar
terjelma ekspresi jiwanya seperti yang dikehendaki
penyairnya secara maksimal
sehingga pembaca pun akan merasakan hal yang sama.
Dalam diksi diperhatikan juga kosa kata, urutan kata, dan
daya sugesti kata. Kosa kata
7
dipilih untuk kekuatan ekspresi, menunjukkan ciri khas,
suasana batin, dan latar
belakang sosio budaya si penyair.
Citraan atau imaji
adalah kata atau susunan kata-kata yg dapat
mengungkapkan
pengalaman pancaindra yang menyebabkan pembaca
seolah-olah melihat,
mendengar, atau merasakan sesuatu.Pengimajian ditandai
dengan pemakaian kata
yang konkret dan khas.
Citraan adalah sebuah efek dalam gambaran angan atau
pikiran yang sangat
menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh ungkapan penyair
terhadap sebuah objek
yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan, pendengaran,
perabaan, pencecapan,
dan penciuman.
Perhatikan puisi karya Rendra berjudul “Episode” berikut
ini
Kami duduk berdua
di bangku halaman
rumahnya.
Pohon jambu di
halaman itu
berbuah dengan
lebatnya
dan kami senang
memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun
yang berguguran
Tiba-tiba ia
bertanya:
"Mengapa
sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?“
Aku hanya tertawa
Lalu ia sematkan
dengan mesra
sebuah peniti
menutup bajuku.
Sementara itu
Aku bersihkan
guguran bunga
jambu
yang mengotori
rambutnya.
(Rendra, Empat
Kumpulan Sajak, h.18)
Bahasa kiasan
mencakup semua jenis ungkapan yang bermakna lain dengan makna
harfiahnya, yang bisa berupa kata, ataupun susunan kata
yang lebih luas.Bahasa
kiasan berfungsi
sebagai sarana untuk menimbulkan
kejelasan gambaran angan
supaya menjadi lebih jelas, menarik, dan hidup. Perhatikan kata-kata yang dicetak
miring dalam penggalan kutipan puisi berjudul “Di Meja
Makan” karya Rendra berikut
ini
Ia makan nasi dan
isi hati
pada mulut
terkunyah duka
tatapan matanya
pada lain isi meja
lelaki muda yang
dirasa
tidak lagi
dimilikinya.
Ruang diributi
jerit dada
Sambal tomat pada
mata
meleleh air racun
dosa
….
Ada banyak jenis bahasa kiasan yang dimanfaatkan dalam
puisi, misalnya:
perbandingan (bahasa kiasan yang menggunakan kata-kata
pembanding),
metafora(perbandingan yang tidak menggunakan kata-kata
pembanding), dan
personifikasi (mempersamakan benda-benda dengan sifat
manusia).
Rima adalah
pengulangan bunyi dalam puisi. Rima berfungsi untuk membentuk
orkestrasi, yang dapat berbentuk asonansi
(ulangan bunyi vokal pada kata yang
berurutan), dan
aliterasi (ulangan bunyi konsonan
pada awal kata yang berurutan),
dsb.
Irama adalah
pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/ lemah yang
mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga
membentuk keindahan;
sedangkan
tipografi adalah susunan larik
yang terikat dalam membentuk bait puisi,
bisa satu larik, dua larik, tiga larik, empat larik, dan
seterusnya.
Struktur batin puisi terdiri dari: tema,perasaan, nada,
dan amanat.
Tema adalah
gagasan pokok atau pokok persoalan yang dikemukakan oleh
penyairnya. Secara
garis besar hanya ada empat tema besar yang biasanya digeluti
oleh para penyair, yaitu
keindahan alam, masalah manusia
dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri,
masalah manusia dalam hubungannya dengan manusia lain,
dan masalah
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan
yang menyangkut
semangat hidup manusia dalam mempertahankan kehidupannya
yang lebih baik dan
bermanfaat.
Perasaan adalah
sikap penyair terhadap pokok persoalan
(objek puisi) yang
digarapnya.Unsur
perasaan terkait erat dengan unsur tema atau pokok persoalan
dalam puisi. Dalam
lingkungan awam pun jika kita menghadapi sesuatu atau tingkah
seseorang, kita bisa bersikap simpatik, acuh tak acuh.
Nada adalah
sikap penyair terhadap pembacanya(bisa
menggurui, penuh kesinisan,
mengejek, menyindir, humor, atau secara lugas). Dengan
demikian nada sajak sangat
erat kaitannya dengan rasa dan pokok persoalan yang
dikandung puisi tersebut.
Amanat adalah tujuan
atau pesan yang secara eksplisit
maupun implisit ingin
disampaikan penyair melalui puisi-puisinya kepada
pembacanya.
c. Memparafrasekan
Puisi
Memparafrasekan puisi
adalah mengubah bentuk puisi menjadi prosa (memprosakan
puisi) atau puisi
diwajarkan sesuai dengan susunan bahasa yang normatif setelah
sebelumnya dilakukan pemenggalan/ penjedaan dengan tepat.
Kata-kata dalam puisi
tersebut (bilamana perlu) diberi tambahan kata
sambung seperti: dan, tetapi,
meskipun, seperti, dsb.
(yang diletakkan dalam kurung).
Sebagai contoh berikut dikutipkan sajak Chairil Anwar
yang berjudul “Doa”.
DOA
kepada pemeluk
teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut
nama-Mu
Biar susah sungguh
mengingat Kau
penuh seluruh
caya-Mu panas suci
tinggal kerdip
lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di
negeri asing
Tuhanku
di pintu-Mu aku
mengetuk
aku tidak bisa
berpaling
Setelah membaca ulang
puisi tersebut beberapa kali sesuai dengan
pemenggalan/penjedaan larik-larik puisinya, kemudian
disela-sela penggalan-penggalan itu disisipkan kata penghubung yang
tepat pula, maka seluruh bait itu akan
dapat dibaca secara denotatif makna sajak tersebut seperti
berikut ini.
Tuhanku/
(meski) Dalam
termangu/ (tetapi)
Aku masih menyebut
nama-Mu//
Biar susah
sungguh/
mengingat Kau/
(yang ) penuh seluruh/
caya-Mu (terasa)
panas/(dan) suci/
(yang kini
kurasakan) tinggal (seperti) kerdip lilin/ di kelam sunyi//
Tuhanku/
aku (merasa
seperti) hilang bentuk/
(dan) remuk//
Tuhanku/
aku (merasa
seperti) mengembara/ di negeri asing//
Tuhanku/
di pintu-Mu/ aku
mengetuk/
aku/ tidak bisa
berpaling//
Selanjutnya kita buat parafrasenya.
Bait pertama, si
aku lirik (penyair) dalam puisi itu berucap bahwa meskipun dalam
keadaan “termangu”, artinya dalam keadaan bimbang, antara
percaya atau tidak, tetapi
“masih menyebut nama-Mu”,artinya masih
kadang-kadang: bersembahyang /berdoa,
masih mengenal (ingat) nama Tuhan, masih mempercayai akan
ada dan kekuasan
Tuhan.
Bait kedua,
pengertian ‘kadang-kadang’ ternyata diperkuat lagi dengan larik “biar
susah sungguh”. Itu artinya keragu-raguan si aku lirik
benar-benar sudah ‘gawat’. Akan
tetapi, si aku lirik masih merasakan “caya-Mu” yang
“panas” dan “suci”, meskipun
tinggal dirasakan sebagai “kerdip lilin di kelam sunyi”.
Bait ketiga dan
keempat, dalam situasi yang seperti itu
(maksudnya dalam
kebimbangan itu),
aku lirik merasa seperti tak lagi berwujud, tak bisa berbuat apa-apa,
bahkan terasa “remuk” dan seperti “mengembara di negeri
asing”. Artinya: terpencil,
sendiri, tak tahu arah,
tak tahu harus berbuat apa, tak bisa berkomunikasi dengan
orang lain (bukankah jika Anda berada di negeri asing dan
tidak menguasai bahasa
mereka, Anda akan merasa dikucilkan, dan bingung?).
Bait kelima, beruntunglah
si aku lirik akhirnya dengan jujur mengatakan:
Tuhanku/ di
pintu-Mu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling// Singkat kata, walaupun dalam
kebimbangan yang
luar biasa, si aku lirik menyadari bahwa tak ada cara lain kecuali
mengetuk ‘pintu’ Tuhan, sujud, menyembah pada-Nya (‘aku
tak bisa berpaling’).
d. Isi dan Pesan
Pokok Puisi
Untuk mencari apa isi dan pesan puisi, perhatikan puisi
Chairil Anwar berjudul “Doa” .
Isi atau makna puisi tersebut melukiskan seseorang (bisa
seseorang, penyair sendiri,
atau siapa pun), yang tidak diketahui apa sebabnya, pada
suatu saat dalam perjalanan
hidupnya merasa ragu-ragu antara percaya dan tidak kepada
Tuhan, merasa sudah
ditinggalkan Tuhan, merasa terkucilkan, putus asa dan tak
tahu arah harus berbuat
apa; tetapi akhirnya menyadari bahwa dalam situasi rumit
seperti yang dialaminya,
tiada jalan lain kecuali mengetuk pintu Tuhan, sujud,
berserah diri dan pasrah di
hadapan Tuhan Yang Maha Murah dan Maha Pengampun. Itulah
makna atau isi puisi
berjudul “Doa” karya Chairil Anwar.
Lalu pesan apa yang mau disampaikan kepada pembaca? Atau
pesan pokok apa yang
dapat kita ambil manfaatnya dari puisi tersebut? Jika
kita sedang menderita, kita
jangan cenderung menyalahkan orang lain yang menjadi
sebab penderitaan, atau
bahkan menyalahkan Tuhan. Akan tetapi bersikaplah seperti
Chairil Anwar yang
melantunkan puisi “Doa” ini, bahwa tak ada jalan lain
kecuali berserah diri kepada
Tuhan, dan menerima dengan ikhlas segala kehendaknya
No comments:
Post a Comment