Wednesday, September 4, 2013

APRESIASI SASTRA



 
a.  Ciri-ciri puisi
Berdasarkan  sejarah  perpuisian Indonesia modern, secara garis besar puisi dapat
dibagi menjadi: Puisi Lama, Puisi Balai Pustaka, Puisi Pujangga Baru atau Puisi Baru,
Puisi Angkatan 45 atau Puisi Bebas,  dan  Puisi Kontemporer.  sesuai dengan tujuan,
pembahasan apresiasi puisi ini dibatasi  pada jenis, ciri-ciri, dan contoh-contoh    Puisi
Lama dan  Puisi Baru.

1)  Puisi Lama
Puisi Lama (sering disebut juga puisi Melayu Lama) adalah puisi yang
memancarkan kehidupan masyarakat lama, adat istiadat, dan kebiasaan
masyarakat lama (Alisjahbana,1954: 4). Kita mengenal beberapa jenis puisinya,
antara lain: pantun, syair, gurindam, dan talibun.
Pantun adalah jenis puisi lama yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
(a)  setiap baitnya terdiri atas empat larik/baris;
(b)  memiliki rima akhir (persamaan bunyi) /a/-/b/-/a/-/b/;
(c)  tiap larik biasanya terdiri atas empat kata; (d) larik pertama dan kedua
merupakan sampiran (semacam teka-teki), sedangkan larik ketiga dan keempat
merupakan isi. Berikut beberapa contohnya.
Elok rupanya si kumbang jati,
dibawa itik pulang petang.
Tidak terkata besar hati,
melihat ibu sudah datang.
Hiu beli belanak pun beli,
udang di Manggung beli pula.
Adik benci kakak pun benci,
orang di kampung benci pula.

Menilik ragam isinya ada tiga macam jenis pantun, yaitu: pantun anak-anak, pantun
orang muda, dan pantun orangtua. Pantun anak-anak dapat dirinci menjadi pantun
bersukacita dan pantun berdukacita.Pantun orang muda dapat dibagi menjadi
pantun dagang/nasib, pantun muda, dan pantun jenaka.Adapun pantun muda masih
dapat digolongkan ke dalam pantun berkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun
perceraian, dan pantun beriba hati.Sementara itu, pantun orangtua dapat  dibagi
menjadi pantun nasihat, pantun adat, dan pantun agama.
Beberapa contoh pantun berikut ini dapat Anda tebak termasuk jenis yang mana.
Dari ke mana hendak ke mana,
dari Jepang ke bandar Cina.
Kalau boleh kami bertanya,
bunga yang kembang siapa punya.
Pecah ombak di Tanjung Cina,
menghempas pecah di tepian.
Biarlah makan dibagi dua,
asalkan adik jangan tinggalkan.
Pulau Pandan jauh di tengah,
di balik Pulau Angsa Dua.
Hancur badan di kandung tanah,
budi baik terkenang jua.

Syair  adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (a) setiap
baitnya terdiri atas empat larik; (b) mempunyai rima yang sama setiap lariknya, yaitu
/a/-/a/-/a/-/a/;  (c) semua larik merupakan isi, biasanya tidak selesai dalam satu bait
karena digunakan untuk menyampaikan suatu cerita; (d) isinya berupa cerita yang
mengandung unsur mitos, sejarah, agama/falsafah, atau rekaan belaka. Contoh
syair misalnya:  Syair Singapura Dimakan Api  (sejarah),  Syair Perahu  (berisi ajaran
agama),  Syair Bidadari  (rekaan),  Syair Ken Tambuhan  (rekaan), dan lain-lain.
Berikut dikutipan dua bait dari Syair Ken Tambuhan.
Gurindam  adalah jenis puisi lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap bait terdiri
atas dua larik; (b) setiap bait berima akhir /a/-/a/; (c) larik pertama merupakan sebab
atau syarat, sedangkan larik kedua merupakan akibat atau simpulan; (d) kedua
larik merupakan kesatuan yang utuh, dan isinya biasanya berupa nasihat tentang
keagamaan, budi pekerti, pendidikan, moral, dan tingkah laku. Gurindam yang
paling terkenal adalah  Gurindam Dua Belas  yang dikarang oleh Raja Ali Haji yang
terdiri atas dua belas pasal.Berikut dikutipkan gurindam pasal II dan IV dari
Gurindam Dua Belas.     
Barangsiapa meninggalkan sembahyang
seperti rumah tiada bertiang.
Barangsiapa meninggalkan zakat
tiadalah hartanya beroleh berkat.

Hati itu kerajaan di dalam tubuh
jikalau lalim, segala anggota pun rubuh.
Pekerjaan marah jangan dibela
nanti hilang akal di kepala.
Talibun  adalah jenis  puisi  lama yang mempunyai ciri-ciri: (a) setiap baitnya terdiri
atas 6, 8, 10 larik lebih, bahkan sampai ada talibun yang satu baitnya terdiri atas 20
larik; (b) mempunyai  sampiran  dan  isi; (c) rumus rimanya  abc-abc, abcd-abcd,
abcde-abcde, dan seterusnya; (d) terdiri dari dua bagian, bagian sampiran dan
bagian isinya. Jadi, talibun yang terdiri dari 6 larik misalnya, tiga larik pertama
merupakan sampiran, sedangkan 3 larik berikutnya merupakan isinya.Isinya
bervariasi.Ada yang mengisahkan kebesaran/kehebatan sesuatu tempat, keajaiban
sesuatu benda/peristiwa, kehebatan/kecantikan  seseorang, dan kelakuan serta
sikap manusia.Berikut dikutipkan berapa contoh talibun.

Contoh talibun 6 larik (abc-abc).
Kalau anak pergi ke lepau
Yu beli belanak pun beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi merantau
Ibu cari sanak pun cari
Induk semang cari dahulu

2)  Puisi Baru
Puisi-puisi pada periode  Pujangga Baru  dikenal sebagai puisi baru.  Ciri-cirinya
antara lain:
a) para penyairnya sudah tidak lagi menulis puisi dalam bentuk pantun, syair,
atau gurindam;
b)  jenis  puisinya mengikuti bentuk baru seperti  distichon  (2 larik),  tersina  (3
larik), quartrain (4 larik), quint (5 larik), sextet (6 larik), septima (7 larik), oktaf
(8 larik), dan soneta (14 larik);
c) lariknya simetris, penuh rima dan irama;
d) pilihan katanya diwarnai dengan kata-kata yang indah-indah;
e) bahasa kiasan yang banyak dimanfaatkan adalah perbandingan.
Para penyairnya antara lain: Amir  Hamzah,  SutanTakdir Alisjahbana, J.E.
Tatengkeng, dan Asmara Hadi
6
Sebagai contoh berikut dikutipkan  puisi karya  J.E. Tatengkeng yang  berjudul
“Perasaan Seni”
PERASAAN SENI
(J.E. Tatengkeng)
Bagaikan banjir gulung-gemulung,
Bagaikan topan seru-menderu,
Demikian Rasa,
Datang semasa.
Mengalir, menimbun, mendesak, mengepung,
Memenuhi sukma, menawan tubuh.
Serasa manis sejuknya embun,
Selagu merdu dersiknya angin,
Demikian Rasa,
Datang semasa,
Membisik, mengajak aku berpantun,
Mendayung jiwa ke tempat diingin.
Jika Kau datang sekuat raksasa,
Atau Kau menjelma secantik juwita,
Kusedia hati,
Akan berbakti,
Dalam tubuh Kau berkuasa,
Dalam dada Kau bertakhta.
b.  Unsur Instrinsik
Puisi dibangun oleh dua unsur yang saling terkait, yakni  strukturbatin/makna  dan
strukturfisik yang berupa bahasa.Struktur fisik terdiri atas: diksi, citraan, bahasa kiasan,
rima,  irama, dan tipografi;  sedangkanstruktur  batinterdiri atas:  tema,  perasaan,  nada,
dan amanat.
Diksi  adalah pemilihan kata yang dilakukan oleh penyair dengan secermat-cermatnya
untuk menyampaikan perasaan dan isi pikirannya dengan setepat-tepatnya agar
terjelma ekspresi jiwanya seperti yang dikehendaki penyairnya secara maksimal
sehingga pembaca pun akan merasakan hal yang sama.
Dalam diksi diperhatikan juga kosa kata, urutan kata, dan daya sugesti kata. Kosa kata
7
dipilih untuk kekuatan ekspresi, menunjukkan ciri khas, suasana batin, dan latar
belakang sosio budaya si penyair. 
Citraan  atau imaji adalah kata atau susunan kata-kata yg dapat  mengungkapkan
pengalaman pancaindra yang menyebabkan pembaca seolah-olah melihat,
mendengar, atau merasakan sesuatu.Pengimajian ditandai dengan pemakaian kata
yang konkret dan khas.
Citraan adalah sebuah efek dalam gambaran angan atau pikiran yang sangat
menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh ungkapan penyair terhadap sebuah objek
yang dapat ditangkap oleh indra penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan,
dan penciuman.
Perhatikan puisi karya Rendra berjudul “Episode” berikut ini
Kami duduk berdua
di bangku halaman rumahnya.
Pohon jambu di halaman itu
berbuah dengan lebatnya
dan kami senang memandangnya.
Angin yang lewat
memainkan daun yang berguguran
Tiba-tiba ia bertanya:
"Mengapa sebuah kancing bajumu
lepas terbuka?“
Aku hanya tertawa
Lalu ia sematkan dengan mesra
sebuah peniti menutup bajuku.
Sementara itu
Aku bersihkan
guguran bunga jambu
yang mengotori rambutnya.
(Rendra, Empat Kumpulan Sajak, h.18)
Bahasa kiasan  mencakup semua jenis ungkapan yang bermakna lain dengan makna
harfiahnya, yang bisa berupa kata, ataupun susunan kata yang lebih luas.Bahasa
kiasan  berfungsi sebagai sarana  untuk menimbulkan kejelasan gambaran angan
supaya menjadi lebih jelas, menarik, dan hidup.  Perhatikan kata-kata yang dicetak
miring dalam penggalan kutipan puisi berjudul “Di Meja Makan” karya Rendra berikut
ini
Ia makan nasi dan isi hati
pada mulut terkunyah duka
tatapan matanya pada lain isi meja
lelaki muda yang dirasa
tidak lagi dimilikinya.
Ruang diributi jerit dada
Sambal tomat pada mata
meleleh air racun dosa
….
Ada banyak jenis bahasa kiasan yang dimanfaatkan dalam puisi, misalnya:
perbandingan (bahasa kiasan yang menggunakan kata-kata pembanding),
metafora(perbandingan yang tidak menggunakan kata-kata pembanding),  dan
personifikasi (mempersamakan benda-benda dengan sifat manusia).
Rima  adalah pengulangan bunyi  dalam  puisi. Rima berfungsi untuk  membentuk
orkestrasi, yang dapat berbentuk  asonansi  (ulangan bunyi vokal pada kata yang
berurutan), dan  aliterasi  (ulangan bunyi konsonan pada awal kata yang berurutan),
dsb.
Irama  adalah pertentangan bunyi: tinggi/rendah, panjang/pendek, keras/ lemah yang
mengalun dengan teratur dan berulang-ulang sehingga membentuk keindahan;
sedangkan  tipografi  adalah susunan larik yang terikat dalam membentuk bait puisi,
bisa satu larik, dua larik, tiga larik, empat larik, dan seterusnya.
Struktur batin puisi terdiri dari: tema,perasaan, nada, dan amanat.
Tema  adalah gagasan pokok  atau pokok persoalan  yang dikemukakan oleh
penyairnya.  Secara garis besar hanya ada empat tema besar yang biasanya digeluti
oleh para penyair, yaitu  keindahan alam,  masalah manusia dalam hubungannya
dengan dirinya sendiri,  masalah manusia dalam hubungannya dengan manusia lain,
dan  masalah manusia dalam hubungannya dengan Tuhan  yang menyangkut
semangat hidup manusia dalam mempertahankan kehidupannya yang lebih baik dan
bermanfaat.
Perasaan  adalah sikap penyair terhadap pokok persoalan  (objek puisi)  yang
digarapnya.Unsur  perasaan terkait erat dengan unsur tema atau pokok persoalan
dalam puisi.  Dalam lingkungan awam pun jika kita menghadapi sesuatu atau tingkah
seseorang, kita bisa bersikap simpatik, acuh tak acuh.
Nada  adalah sikap  penyair terhadap pembacanya(bisa menggurui, penuh kesinisan,
mengejek, menyindir, humor, atau secara lugas). Dengan demikian nada sajak sangat
erat kaitannya dengan rasa dan pokok persoalan yang dikandung puisi tersebut.
Amanat  adalah  tujuan  atau pesan  yang secara eksplisit maupun implisit ingin
disampaikan penyair melalui puisi-puisinya kepada pembacanya.

c.  Memparafrasekan Puisi
Memparafrasekan puisi  adalah mengubah bentuk puisi menjadi prosa (memprosakan
puisi)  atau puisi diwajarkan sesuai dengan susunan bahasa yang normatif  setelah
sebelumnya dilakukan pemenggalan/ penjedaan dengan tepat. Kata-kata dalam puisi
tersebut (bilamana perlu) diberi tambahan kata sambung  seperti:  dan, tetapi,
meskipun, seperti, dsb.   (yang diletakkan dalam kurung).
Sebagai contoh berikut dikutipkan sajak Chairil Anwar yang berjudul “Doa”.
DOA
kepada pemeluk teguh
Tuhanku
Dalam termangu
Aku masih menyebut nama-Mu
Biar susah sungguh
mengingat Kau penuh seluruh
caya-Mu panas suci
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
Tuhanku
aku hilang bentuk
remuk
Tuhanku
aku mengembara di negeri asing
Tuhanku
di pintu-Mu aku mengetuk
aku tidak bisa berpaling

Setelah membaca ulang  puisi  tersebut beberapa kali  sesuai dengan
pemenggalan/penjedaan larik-larik puisinya,  kemudian  disela-sela penggalan-penggalan itu disisipkan kata penghubung yang tepat pula,  maka seluruh bait itu akan
dapat dibaca secara denotatif makna sajak tersebut seperti berikut ini.
Tuhanku/
(meski) Dalam termangu/ (tetapi)
Aku masih menyebut nama-Mu//
Biar susah sungguh/
mengingat Kau/ (yang ) penuh seluruh/
caya-Mu (terasa) panas/(dan) suci/
(yang kini kurasakan) tinggal (seperti) kerdip lilin/ di kelam sunyi//
Tuhanku/
aku (merasa seperti) hilang bentuk/
(dan) remuk//
Tuhanku/
aku (merasa seperti) mengembara/ di negeri asing//
Tuhanku/
di pintu-Mu/ aku mengetuk/
aku/ tidak bisa berpaling//
Selanjutnya kita buat parafrasenya.
Bait  pertama, si aku lirik (penyair) dalam puisi itu berucap bahwa meskipun dalam
keadaan “termangu”, artinya dalam keadaan bimbang, antara percaya atau tidak, tetapi
“masih menyebut nama-Mu”,artinya masih kadang-kadang:  bersembahyang /berdoa,
masih mengenal (ingat) nama Tuhan, masih mempercayai akan ada dan kekuasan
Tuhan.
Bait kedua,  pengertian ‘kadang-kadang’ ternyata diperkuat lagi dengan larik “biar
susah sungguh”. Itu artinya keragu-raguan si aku lirik benar-benar sudah ‘gawat’. Akan
tetapi, si aku lirik masih merasakan “caya-Mu” yang “panas” dan “suci”, meskipun
tinggal dirasakan sebagai “kerdip lilin di kelam sunyi”.
Bait ketiga  dan keempat,  dalam situasi yang seperti itu (maksudnya dalam
kebimbangan  itu), aku lirik merasa seperti tak lagi berwujud, tak bisa berbuat apa-apa,
bahkan terasa “remuk” dan seperti “mengembara di negeri asing”. Artinya: terpencil,
sendiri, tak tahu arah,  tak tahu harus berbuat apa, tak bisa berkomunikasi dengan
orang lain (bukankah jika Anda berada di negeri asing dan tidak menguasai bahasa
mereka, Anda akan merasa dikucilkan, dan bingung?).
Bait kelima,  beruntunglah si aku lirik akhirnya dengan jujur mengatakan:  Tuhanku/ di
pintu-Mu aku mengetuk/ aku tidak bisa berpaling//  Singkat kata, walaupun dalam
kebimbangan  yang luar biasa, si aku lirik menyadari bahwa tak ada cara lain kecuali
mengetuk ‘pintu’ Tuhan, sujud, menyembah pada-Nya (‘aku tak bisa berpaling’).
d.  Isi dan Pesan Pokok Puisi
Untuk mencari apa isi dan pesan puisi, perhatikan puisi Chairil Anwar berjudul “Doa” .
Isi atau makna puisi tersebut melukiskan seseorang (bisa seseorang, penyair sendiri,
atau siapa pun), yang tidak diketahui apa sebabnya, pada suatu saat dalam perjalanan
hidupnya merasa ragu-ragu antara percaya dan tidak kepada Tuhan, merasa sudah
ditinggalkan Tuhan, merasa terkucilkan, putus asa dan tak tahu arah harus berbuat
apa; tetapi akhirnya menyadari bahwa dalam situasi rumit seperti yang dialaminya,
tiada jalan lain kecuali mengetuk pintu Tuhan, sujud, berserah diri dan pasrah di
hadapan Tuhan Yang Maha Murah dan Maha Pengampun. Itulah makna atau isi puisi
berjudul “Doa” karya Chairil Anwar.
Lalu pesan apa yang mau disampaikan kepada pembaca? Atau pesan pokok apa yang
dapat kita ambil manfaatnya dari puisi tersebut? Jika kita sedang menderita, kita
jangan cenderung menyalahkan orang lain yang menjadi sebab penderitaan, atau
bahkan menyalahkan Tuhan. Akan tetapi bersikaplah seperti Chairil Anwar yang
melantunkan puisi “Doa” ini, bahwa tak ada jalan lain kecuali berserah diri kepada
Tuhan, dan menerima dengan ikhlas segala kehendaknya

No comments:

Post a Comment