Sunday, August 18, 2013

Materi PKN SD : Pemahaman Tentang Demokrasi



 
a.  Pengertian Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa  Yunani,  yaitu  demos  dan  cratos
atau  cratein.  Demos  artinya  rakyat  yang tinggal  di  suatu tempat
(wilayah).  Cratos  atau  cratein  artinya  kekuasaan. Demokrasi berarti
rakyat yang berkuasa.  Demokrasi merupakan  suatu pemerintahan yang
kekuasaan  tertinggi  dipegang oleh  rakyat  (government or rule by the
people). Saat ini demokrasi telah dikenal dan dianut oleh negara-negara
di dunia. Popularitas demokrasi tidak  terlepas dari pendapat Abraham
Lincoln,  Presiden Amerika Serikat tahun  1861–1865,  yang menyatakan
bahwa demokrasi adalah  pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat,  dan
untuk rakyat  (government from the people, by the people,  and for the
people).
Berdasarkan pengertian  di atas, maka demokrasi dapat diartikan
sebagai bentuk pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi (kedaulatan)
berada di tangan  rakyat.  Demokrasi dapat  dilaksanakan baik secara
langsung  (direct democracy) atau  tidak langsung  (indirect democracy).
Disebut demokrasi langsung apabila rakyat melaksanakan kekuasaan
pemerintahan secara langsung. Disebut demokrasi  tidak langsung
(indirect democracy), apabila kekuasaan pemerintahan dilaksanakan
oleh para wakil  rakyat  yang dipilih melalui pemilan umum  secara
periodik.
Negara dengan sistem pemerintahan demokrasi  mengatur dan
membagi  semua kekuasaan  yang ada  berdasarkan konstitusi (hukum
dasar), baik yang tertulis (undang-undang dasar) maupun yang tidaktertulis (konvensi). Pengaturan berdasarkan konstitusi tersebut bertujuan
untuk menghindari terjadinya penyalah-gunaan kekuasaan oleh para
wakil rakyat yang dipercaya demi kepentingan diri sendiri dan/atau
kelompoknya. Pemerintahan demokrasi memberikan jaminan
perlindungan kepada rakyat berdasarkan konstitusi  untuk
mengekspresikan kemampuannya dalam berbagai aspek kehidupan
secara bebas dan bertanggung-jawab sebagai wujud partisipasinya
dalam kegiatan kenegaraan. 

b.  Ciri-ciri Demokrasi
Negara  yang  menganut  sistem  pemerintahan demokrasi dapat
dikenali dengan ciri-ciri berikut ini.
1)  Adanya pembagian kekuasaan yang jelas dan tegas serta
perlindungan kepada rakyat untuk berpartisipasi dalam kegiatan
kenegaraan.
2)  Adanya  aturan hukum yang menjamin keadilan bagi seluruh rakyat
dalam memperjuangkan hak-haknya secara bebas dan
bertanggung-jawab.
3)  Adanya hubungan antara rakyat dengan para wakilnya di parlemen
(lembaga perwakilan rakyat)  untuk memperjuangkan aspirasinya
dalam memperoleh  kebebasan, keadilan, keamanan, dan distribusi
kesejahteraan
4)  Adanya jaminan bagi seluruh rakyat untuk memperoleh
kesejahteraan, seperti kesempatan  yang sama dalam menikmati
hasil-hasil pembangunan di berbagai aspek kehidupan.
5)  Adanya  perlindungan keamanan  bagi seluruh rakyat  untuk hidup,
berusaha, berpendapat, berkreasi, berkarya, dan bermasyarakat.
6)  Adanya media komunikasi yang bebas dan bertanggung-jawab
sebagai sarana untuk menyalurkan aspirasi rakyat dalam
memperoleh kebebasan, keadilan, keamanan, dan distribusi
kesejahteraan  (H. Udin S. Winataputra, 2004: 73; Nur Wahyu
Rochmadi, 2003: 107-109; Muladi dalam Anang Priyanto, 2001: 8)
c.  Macam-macam Demokrasi
Ditinjau dari pelaksanaan atau cara penyaluran aspirasi rakyat,
demokrasi dibedakan antara demokrasi langsung dan tidak langsung.
1)  Demokrasi langsung  (direct democracy),  merupakan bentuk
pemerintahan yang memberikan  kekuasaan  kepada rakyat untuk
ikut berpartisipasi secara langsung dalam kegiatan kenegaraan atau
ikut berpartisipasi dalam pengambilan keputusan pemerintahan
dalam rangka menentukan kebijakan umum (public policy)  sebagai
bentuk jaminan perlindungan kepada rakyat dalam menyalurkan
aspirasinya.
2)  Demokrasi tidak langsung  (indirect democracy)  atau demokrasi
perwakilan  (representative democracy),  merupakan bentuk
pemerintahan yang memberikan  kekuasaan kepada para wakil
rakyat yang duduk dalam lembaga perwakilan rakyat untuk
melaksanakan  kegiatan kenegaraan dalam rangka menentukan
kebijakan publik. W akil-wakil  rakyat  yang  duduk dalam lembaga
perwakilan tersebut  dipilih  melalui  pemilihan umum yang
dilaksanakan oleh pemerintah secara periodik (Anang Priyanto,
2001: 10).  Dilakukannya demokrasi tidak langsung tersebut  karena
pertimbangan banyaknya jumlah penduduk dan kompleksitas
permasalahan yang dihadapi  masyarakat modern dewasa ini.
Dalam menjalankan kekuasaan para wakil rakyat harus tuduk dan
patuh pada kepentingan dan aspirasi rakyat.
Ditinjau  dari latarbelakang budaya politik,  ideologi,  dan hitoris
dari  negara-negara yang menganut  sistem  pemerintahan demokrasi,
serta  penekanannya  pada kepentingan individu atau kepentingan
kelompok,  maka demokrasi dibedakan antara demokrasi konstitusional
yang liberalis dan demokrasi rakyat atau sosialis.
1)  Demokrasi Konstitusional
Demokrasi konstitusional yang berkembang pada abad  ke-19
didasarkan pada faham kebebasan (individualisme)  yang  membatasi
kekuasaan pemerintah dengan konstitusi  (constutional government,
limited government, restrained government)  sebagai jaminan
perlindungan terhadap hak asasi warga negara. Berdasarkan konstitusi,
kekuasaan dalam negara dibagi-bagi dan diserahkan kepada beberapa
badan atau lembaga kenegaraan sebagai upaya untuk menghindari
terjadinya penyalahgunaan kekuasaan. Untuk itu,  konstitusi  sebagai
perwujudan hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan
pejabat pemerintah (government by laws, not by men).
Negara atau pemerintah  dalam sistem demokrasi konstitusional
tidak boleh campur tangan dalam kehidupan rakyatnya apalagi bertindak
sewenang-wenang, kecuali  untuk mengurus kepentingan umum.
Negara yang kekuasaannya dibatasi hanya di bidang politik saja, tanpa
memperhatikan bagaimana rakyat memenuhi kebutuhan atau
kesejahteraannya seperti itu  disebut  “negara penjaga malam”
(Nachtwachtersstaat). 
Menurut aliran Eropa Barat Kontinental, negara penganut faham
liberal disebut  negara hukum  (Rechtsstaat)  dan  menurut aliran Anglo
Saxon  disebut negara hukum klasik  (Rule of Law).  Menurut Immanuel
Kant dan F.J. Stahl, ahli hukum Eropa Barat dinyatakan bahwa
Rechtsstaat memiliki unsur-unsur sebagai berikut.
a)  Hak-hak manusia.
b)  Pemisahan atau pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak
manusia oleh undang-undang (UU).
c)  Pemerintah berdasarkan peraturan-peraturan.
d)  Peradilan administrasi dalam  menyelesaikan  perselisihan  antara
pemerintah dan warga negara.
Pada abad  ke-20,  berkembang  faham sosialisme  sebagai akibat
kecaman terhadap eksistensi  liberalisme. Kemenangan partai sosialis di
Eropa (Swedia  dan  Norwegia)  melahirkan  gagasan  baru, negara  yang
membatasi kekuasaan hanya di bidang politik berubah menjadi gagasan
bahwa negara  turut bertanggung  jawab atas kesejahteraan rakyat,  yaitu
aktif menaikkan taraf kehidupan ekonomi dan sosial warga negaranya.
Fungsi  negara sebagai perjaga malam  (Nachtwachtersstaat)  berubah
menjadi  negara kesejahteraan  (Welfare State)  atau negara yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat  (Social Service State).
Lahirlah  demokrasi konstitusional yang  mengutamakan kesejahteraan
dan pelayanan kepada masyarakat.
Demokrasi konstitusional tersebut dalam perkembangannya di
negara-negara Asia  termasuk  Indonesia mengalami kesulitan, yaitu
mengakibatkan instabilitas politik, kegoncangan sosial, ekonomi,  dan
keamanan. Kesulitan tersebut  terjadi  karena di negara-negara yang
sedang berkembang tidak didukung oleh faktor-faktor yang dapat
membantu perkembangan demokrasi seperti di dunia Barat  yang telah
maju, yaitu:
a)  presentase buta huruf yang rendah;
b)  keadaan ekonomi yang mencukupi;
c)  homogesitas sosial;
d)  klas menengah (middle class) yang kuat; dan
e)  masa damai yang cukup panjang.
2)  Demokrasi Rakyat (Proletar)
Demokrasi  rakyat  didasarkan pada ajaran Marxisme-Leninisme
yang  menghendaki pemerintah tidak boleh dibatasi kekuasaannya
(machtsstaat),  bersifat totaliter,  dan  tidak mengenal adanya klas sosial.
Manusia dibebaskan  dari  keterikatannya atas pemilikan pribadi tanpa
penindasan dan paksaan, tetapi dalam mewujudkan cita-cita tersebut
realitasnya dilakukan dengan cara paksa atau kekerasan. Negara hanya
dipandang sebagai alat untuk mewujudkan masyarakat komunis dengan
kekerasan sebagai alatnya yang sah (Miriam Budiadjo, 1993: 50-65)
3)  Demokrasi Parlementer
Demokrasi  parlementer memberikan  kekuasaan  untuk  membuat
undang-undang  kepada  parlemen.  Perkembangan demokrasi
parlementer  di Indonesia  pernah dilaksanakan  berdasarkan Konstitusi
RIS 1949 dan UUDS 1950.  Penerapan demokrasi parlementer tersebut
mengalami kegagalan, karena mengakibatkan  melemahnya  semangat
persatuan bangsa yang telah berhasil mewujudkan kemerdekaan.
Penerapan demokrasi parlementer saat iru ditandai oleh adanya
dominasi parlemen dan partai-partai politik.  Partai-partai politik
membentuk koalisi  yang  sering kali menjatuhkan kabinet,  sehingga
mengakibatkan pemerintah tidak dapat menjalankan programnya
dengan baik. Masa berlakunya demokrasi parlementer  dimulai ketika
keluarnya Maklumat Pemerintah  (Maklumat Wakil Presiden Nomor X
tahun 1945), yang  menganjurkan Pemerintah tentang pembentukan
partai-partai politik 3 November 1945 sampai dengan dikeluarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959, yang menetapkan UUD 1945 berlaku kembali.
4)  Demokrasi Terpimpin
Demokrasi  terpimpin  menonjolkan dominasi kekuasaan oleh
Presiden,  bahkan  presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif
turut campur tangan  di  bidang yudikatif  dan legislatif.  Pada bidang
yudikatif  presiden melakukan pembatasan terhadap  kebebasan badan
pengadilan  dan  pada  bidang legislatif    presiden  meniadaan fungsi
kontrol DPR. Selain itu terjadi pembatasan peranan pers, meluasnya
peran ABRI sebagai kekuatan sosial-politik,  dan semakin
berkembangnya pengaruh komunis. Demokrasi terpimpin  di Indonesia
diterapkan  semenjak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai  30 September
1965 (G 30 S/PKI)
5)  Demokrasi Pancasila
Demokrasi  Pancasila  berasaskan nilai-nilai Pancasila sebagai
pedomannya. Secara formal terkandung makna bahwa setiap
pengambilan keputusan hendaknya mengutamakan prinsip musyawarah
untuk mufakat. Sedangkan secara material  menunjukkan sifat
kegotongroyongan sebagai pencerminan kesadaran budi pekerti yang
luhur sesuai dengan hati nurani manusia dalam bersikap dan
berperilaku sehari-hari, baik sebagai individu maupun anggota
masyarakat.
Istilah  Demokrasi  Pancasila digunakan secara resmi mulai tahun
1968 melalui Tap MPR No. XXXVII/MPR/1968 tentang Pedoman
Pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Esensi demokrasi Pancasila adalah
kerakyatan yang dipimin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
berperikemanusiaan yang adil dan beradab, berperpersatuan Indonesia,
dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Konsep ini
konsisten dengan pengakuan bahwa Pancasila sebagai dasar negara
RI, ideologi nasional, dan sumber hukum dasar negara.
Mulai 1  Oktober  1968,  demokrasi Pancasila  yang murni dan
konsekuen berdasarkan UUD 1945  diterapkan dengan  langkah-langkah
sebagai berikut ini.
a)  Membatalkan berlakunya ketetapan MPRS No. III  Tahun  1963
tentang  Masa Jabatan Presiden Seumur Hidup dan diganti menjadi
jabatan elektif setiap lima tahun, berdasarkan Ketetapan MPRS No.
XIX/MPRS/1966
b)  Memberikan hak kontrol  DPR Gotong Royong  (DPRGR),  pimpinan
DPRGR tidak lagi berstatus sebagai menteri. Presiden tidak boleh
ikut campur dalam permasalahan intern anggota badan legislatif .
c)  ABRI yang memainkan peranan penting dalam Golongan Karya,
diberikan landasan konstitusional secara formal.
d)  Hak-hak asasi diusahakan untuk diselenggarakan secara lebih baik
dengan memberikan kebebasan kepada  pers untuk menyatakan
pendapat. Partai-partai politik diberikan kebebasan untuk bergerak
dan menyusun kekuatannya dengan harapan terbinanya partisipasi
golongan-golongan dalam masyarakat.
e)  Diadakan pembangunan ekonomi secara teratur dan ter
Nilai-nilai demokrasi Pancasila yang akan diwujudkan dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan benegara diterapkan dengan
kebijakan-kebijakan yang dilandasi nilai-nilai berikut ini.
a)  Setiap orang mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
sama sebagai warga negara sekaligus warga masyarakat.
b)  Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
c)  Mengutamakan musyawarah dalam pengambilan keputusan untuk
kepentingan bersama.
d)  Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e)  Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai
sebagai hasil musyawarah.
f)  Dengan itikad baik dan rasa tanggung  jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
g)  Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
h)  Musyawarah  dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
i)  Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan
secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan,
mengutamakan persatuan dan kesatuan  demi kepentingan
bersama.
j)  Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil rakyat untuk
melaksanakan permusyawaratan.
Untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut, maka demokrasi Pancasila
dilaksanakan  melalui sepuluh pilar  (The Ten Pilars of Indonesian
Constitusional Democracy) menurut Sanusi (dalam Udin S. Winataputra,
2004: 76-77) sebagai berikut ini.
a)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Hak Asasi Manusia.
c)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Kedaulatan Rakyat.
d)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Kecerdasan Rakyat.
e)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Pemisahan Kekuasaan Negara.
f)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Otonomi Daerah.
g)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Supremasi Hukum (Rule of Law).
h)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Peradilan yang bebas.
i)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Kesejahteraan Rakyat.
j)  Demokrasi Indonesia berdasarkan Keadilan Sosial.
Keterlaksanaan sepuluh pilar demokrasi Pancasila tersebut dapat
ditilik melaui prinsip-prinsip demokrasi, sebagaimana uraian berikut.
a)  Pemerintahan berdasarkan konstitusi.
b)  Pemilu yang demokratis.
c)  Pemerintahan daerah (desentralisasi kekuasaan).
d)  Pembuatan undang-undang secara hierarkhis.
e)  Sistem peradilan yang independen.
f)  Kekuasaan lembaga Kepresidenan.
g)  Media yang bebas.
h)  Kelompok-kelompok kepentingan.
i)  Hak masyarakat untuk tahu (transparan).
j)  Melindungi hak-hak minoritas.
k)  Kontrol sipil atas militer.
Pelaksanaan demokrasi Pancasila  sampai saat ini  masih  banyak
kelemahan, tetapi bukan terletak pada landasan filosofis, ideologis,  dan
sumber hukum dasarnya, melainkan pada mekanisme sistem demokrasi
atau pelaksanaan demokrasi.  Nilai demokrasi yang paling hakiki
(universal),  bahwa  aspirasi rakyat sebagai titik sentral kehidupan
bermasyarakat dan  bernegara diwujudkan dalam hak pilih tanpa
pandang bulu.  Perkembangan demokrasi Pancasila telah memperoleh
kemajuan, antara lain dengan dilakukannya amandemen terhadap UUD
1945 dan  diterbitkannya  berbagai  peraturan  pelaksanaannya. Berbagai
peraturan perundangan yang telah diterbitkan, di antaranya: UU tentang
HAM tahun 1999, UU tentang Pengadilan HAM tahun 2000,  serta  UU
tentang Parpol dan Pemilu mulai tahun 2002

No comments:

Post a Comment